penerbangan Qantas
Travel

Ternyata Begini Penerbangan Tanpa Arah dari Qantas

Bisa dibilang, pandemi COVID-19 mematikan industri penerbangan secara masif. Hal ini bisa dilihat dari daftar maskapai di seluruh dunia yang sudah melaporkan kerugian besar bahkan kebangkrutan akibat penurunan drastis penumpang sekaligus jadwal penerbangan (Wikipedia). Qantas, maskapai nasional sekaligus terbesar Australia, tidak terkecuali. Untuk itulah, maskapai ini menelurkan inovasi flight to nowhere atau penerbangan tanpa arah di bulan September lalu. Seperti apakah pengalaman penerbangan tersebut? Simak ulasannya di bawah ini!

Tujuannya untuk mencari pendapatan

Karena pandemi COVID-19, maskapai-maskapai di seluruh dunia, termasuk Qantas, menurunkan frekuensi penerbangan internasional dan domestik sampai merumahkan ribuan karyawan darat maupun udara demi memangkas kerugian yang kian bertambah.

Flight to nowhere merupakan inovasi paling terakhir dari Qantas untuk memungut pendapatan berlebih. Pasalnya, perbatasan Australia sudah ditutup sejak bulan Maret. Artinya, tidak ada aktivitas keluar-masuk masyarakat setempat maupun wisatawan ke Australia. Untuk itulah, Qantas sengaja membuat penerbangan tanpa arah ini.

Tiket habis dalam 10 menit

Mengutip laman CNN Travel, 150 tiket flight to nowhere yang dijual pertengahan September silam ludes dalam 10 menit saja. Hal ini membuktikan betapa masyarakat setempat merindukan terbang dengan pesawat. Padahal, penerbangan itu tidak akan membawa penumpangnya ke mana pun. Sebab, flight QF787 itu lepas landas dari Sydney dan mendarat di Sydney kembali. Lalu, seperti apakah penerbangan tanpa arah itu?

Sensasi terbang rendah yang unik

Flight to nowhere memang memiliki rencana perjalanan sekadar memutari ­beberapa landmark Australia dari udara. Maka dari itu, penerbangan dengan armada double-jet Boeing 787 Dreamliner tersebut ‘hanya’ terbang di ketinggian sekitar 4.000 kaki (normalnya 36.000 kaki) ketika mendekati landmark seperti pusat kota Sydney, Great Barrier, sampai Uluru di Gold Coast.

Ke Huang, salah satu penumpang di kelas ekonomi, mengatakan semua penumpang dalam penerbangan tersebut benar-benar fokus pada pemandangan yang tersaji di bawah mereka ketika pesawat mulai mendekati setiap landmark. Ia juga menuturkan bahwa pengalaman tersebut sangat menyenangkan, karena semua penumpang merasa senang bisa merasakan terbang kembali, walau berujung kembali ke Sydney.

Mengutip CNN Travel, penerbangan tersebut berlangsung selama 7 jam dengan kondisi baris tengah sengaja dikosongkan untuk penerapan physical distancing. Setiap penumpang yang ikut dalam penerbangan QF787 itu juga mendapatkan goodie bag dan makanan klasik Australia selama penerbangan berlangsung.

Hm, kira-kira kapan, ya, maskapai domestik Indonesia membuat inovasi ekstrem seperti ini? Jika ada, apakah kamu mau coba? (AP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.